Breaking News

Monday, February 24, 2020

Sekilas Gambaran sistem AKM pengganti UNBK

*INFO PENTING UTK GURU*

*Sekilas Gambaran AKM*
(Assesment Kompetensi Minimum)

AKM dan survei karakter, terdiri dari soal-soal yang mengukur kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi), kemampuan bernalar menggunakan matematika (numerasi), dan penguatan pendidikan karakter. Bentuk soal AKM akan diperkenalkan kepada siswa yang mengikuti simulasi UN tahun ini, sehingga ada kemungkinan pula bentuk-bentuk soal tersebut juga akan keluar saat UN utama nantinya. Sedangkan bagi guru juga akan diperkenalkan bentuk soal AKM sebagai gambaran bagaimana mengelola proses pembelajaran kedepannya dan bagaimana melakukan penilaian dengan bentuk soal AKM.

Bentuk soal AKM yang diperkenalkan kepada guru, tidak terbatas hanya untuk guru mata pelajaran yang di UN-kan saat ini, akan tetapi untuk semua guru mata pelajaran. Artinya bentuk soal AKM merupakan bentuk soal lintas kompetensi, lintas bidang dan/atau lintas mata pelajaran. Tidak lagi membedakan mata pelajaran secara signifikan akan tetapi melihat sebuah kompetensi sebagai gambaran utuh dari puzzle berbagai mata pelajaran. Mata pelajaran yang ada akan menjadi “tools” untuk membentuk kompetensi tersebut.

Menurut Pak Menteri, Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) adalah kompetensi yang benar-benar minimum di mana kita bisa memetakan sekolah-sekolah dan daerah-daerah berdasarkan kompetensi minimum. Ini kompetensi minimum kompetensi dasar yang dibutuhkan murid untuk bisa belajar apa pun materinya. Ini adalah kompetensi minimum yang dibutuhkan murid untuk bisa belajar apa pun mata pelajarannya.

Selanjutnya Pak Menteri juga menjelaskan bahwa materi AKM ada dua yaitu literasi (baca-tulis) dan numerasi. “Literasi' bukan sekadar kemampuan membaca, tapi juga kemampuan menganalisis suatu bacaan serta kemampuan untuk mengerti atau memahami konsep di balik tulisan tersebut. Sedangkan 'numerasi' adalah kemampuan menganalisis menggunakan angka. Dia menekankan 'literasi' dan 'numerasi' bukan tentang mata pelajaran bahasa atau matematika, melainkan kemampuan murid-murid menggunakan konsep itu untuk menganalisis sebuah materi. Bukan berdasarkan mata pelajaran lagi. Bukan berdasarkan penguasaan konten materi.

tahun ini AKM dan survey karakter diujicobakan, baik pada siswa maupun guru. Rencananya tahun 2021 AKM dan survey karakter sudah diterapkan sebagai pengganti UN.

Sekelumit Cerita dari rekan yg sudah mengikuti AKM guru di SMK

...........Setelah submit, ada perintah mulai mengerjakan soal. Tara…!!! Benar juga, redaksi soalnya panjang-panjang, bahkan ada yang sehalaman, banyak gambar, grafik, table, dan diagram. Menjawabnya pun ada yang dengan mencentang boleh lebih dari satu. Ada yang memilih salah atau benar, pilihan ganda, dan ada pula yang uraian. Untuk yang jawaban berupa uraian ini dibatasi jumlah karakternya.

Soal hanya 10 buah dengan durasi 30 menit. Tapi yaitu, kami harus membaca dan memahami stimulusnya terlebih dahulu. Terkadang harus mengulang agar lebih mengerti. Ketika menjawab pun, kami terlebih dahulu harus membandingkan, mengidentifikasi, menganalisa dan juga menyimpulkan terhadap permasalahan yang ditanyakan. Hal itu tidak bisa dilakukan dengan tergesa-gesa, kami benar-benar harus berkonsentrasi agar bisa menalar dengan baik.

Setelah selesai, ternyata masih ada soal sesi berikutnya yaitu survey karakter. Jumlahnya 13 buah dengan durasi 30 menit. Kali ini berupa soal pilihan ganda yang berisi kasus-kasus yang redaksinya lebih pendek. Tepatnya soal-soal yang sesi dua ini mengarah pada penilaian kepribadian. Jadi kita diminta memilih alternative-alternatif jawaban yang menurut kita tepat untuk menyelesaikan permasalahan yang ditanyakan.

Ooo…ternyata AKM itu begini to? Menurutku sangat bagus jika siswa dibiasakan menyelesaikan soal-soal semacam ini. Soal-soal yang kontekstual, menyoal isu terkini, dan memerlukan penalaran yang tinggi. Sehingga berpikirnya pun harus secara holistik dan komprehensif. Dengan begitu, para guru juga semestinya harus membiasakan bentuk-bentuk soal tersebut dalam keseharian proses penilaian. Proses pembelajarannya pun juga harus mampu menghantarkan siswa dapat menjawab berbagai bentuk soal seperti pilihan ganda, dari yang biasa hingga yang komplek, uraian, missing word, menjodohkan, benar-salah, dan ceklist. Selain itu tugas-tugas untuk siswa berupa proyek dan portofolio juga semakin ditingkatkan....

Semoga bisa memberikan gambaran dan manfaat buat Rekan2 yg masih bertanya2 tentang AKM
Read more ...

Saturday, February 22, 2020

Ujian Nasional Dihapus 2021, Apa Saja Langkah Strategis Mendikbud Nadiem Makarim?

Assalammu'alaikum Wr Wb.
Lama tidak meluangkan waktu menulis artikel atau informasi, berikut saya share kan berita dari LIPUTAN6.com  tentang penghapusan UN atau UNBK yang telah digulirkan oleh Mendikbud baru kita yakni Bapak Nadiem Makarim pada tahun lalu dan baru akan diterapkan di tahun 2021 nanti. 

Liputan6.com, Jakarta - Teka-teka pengganti Ujian Nasional (UN) terkuak sudah. Isu UN ini telah menjadi perhatian utama Mendikbud Nadiem Makarim sejak dilantik 23 Oktober 2019 lalu.
Nadiem berkeinginan UN yang menjadi momok siswa ini diganti dengan sistem lebih baik. Setelah dilakukan kajian, Ujian Nasional pada 2021 diputuskan tak lagi digelar dan diganti Asesmen Kompetensi Minimum berdasarkan numerasi, literasi, juga Survei Karakter.
Dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi X DPR, Nadiem menerangkan tentang model yang bakal diterapkan. Dalam sistem ini, kata dia, akan tetap ada pilihan ganda.
“Contoh ada paragraf yang menjelaskan mengenai berbagai macam alasan kenapa climate change itu terjadi. Lalu ada diagram chart yang menjelaskannya. Lalu ada pertanyaan, ini masih pilihan ganda, tapi beda sifat,” kata Nadiem, Kamis (12/12/2019).
Untuk bisa menjawab pilihan ganda itu, lanjut dia, siswa harus bisa memahami paragraf. Juga mengerti argumentasi dan membaca diagram. "Sehingga mengerti apa yang dimaksudkan dari visual display diagram itu," ujar dia.
Sementara terkait numerik, Ia mencontohkan tentang bagaimana menganalisis suatu kasus dengan prinsip matematika yang tidak rumit, namun diaplikasikan dalam suatu konteks.
"Ini masih standar tesnya. Bisa secara komputer, tentunya asesmen kita akan melalui komputer," tambahnya.
Mantan CEO Gojek ini menegaskan, sistem ini bukan karangan dirinya. Melainkan hasil kajian selama 20 tahun dari berbagai asesmen di seluruh dunia.
“Kita dibantu oleh PISA, World Bank untuk menciptakan suatu asesmen kompetensi yang berkelas dunia. Tentunya harus kita adaptasi dengan kearifan lokal,” ujar Nadiem.
Tujuan perubahan pola asesmen juga dikemukan Kepala Litbang Kemendikbud, Totok Suprayitno. Dia mengungkapkan penerapan sistem ini sebagai tuntutan untuk masa depan anak bangsa. Di mana, kemampuan nalar siswa lebih diperlukan ketimbang penguasaan konten dan mata pelajaran.
"Ke depan dituntut kepada anak-anak kita ini untuk kemampuan bernalar, perubahannya itu. Lebih ke penguasaan skill, logic, critical thinking," ujar dia kepada Liputan6.com, Kamis (12/12/2019).
Dalam menerapkan ini, kreativitas dari pendidik amat diperlukan. Mereka diminta tidak hanya tunduk dengan aturan serta petunjuk dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) semata, namun juga mengembangkan kemampuan lainnya.
"Sekarang creative learning, bukan sekadar dilatih lalu besok bisa. Tapi merdeka belajar dari yang hanya mengikuti petunjuk saja, berubah menjadi kreativitas," ucap dia.
Dengan metode ini, diharapkan proses belajar mengajar akan menjadi menyenangkan. Soal yang rumit, ujar Totok, akan berubah menjadi mudah. "Kuncinya kreativitas dalam proses delivery."
Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter ini disebutnya bakal diterapkan pada pertengahan masa pendidikan siswa. Hal ini agar motivasi anak didik terus terjaga hingga selesai pada akhir jenjangnya.
"Jadi tidak diberikan di akhir, hendaknya motivasi belajar dibangkitkan setiap saat harian. Jangan mengandalkan motivasi belajar di akhir saja," ucap Totok.
"Dan kalau misalnya kurang baik, guru masih ada kesempatan untuk memperbaikinya, paling tidak dalam waktu setahun," imbuh dia.
Sementara itu Anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Waras Kamdi menilai langkah Nadiem Makarim hanya mengubah letak fungsi asesmen saja. Jika dulu dilakukan pada akhir jenjang pendidikan kini diterapkan saat proses pembelajaran.
"Fungsi asesmen itu selama ini sebenarnya sudah berlangsung, cuman tekanan yang berat pada sumatif untuk kelulusan siswa. Itu yang berat," ujar dia.
Dia menilai penerapan penilaian sumatif tetap diperlukan dalam pendidikan. Hal ini sebagai cara dalam melihat capaian standar secara nasional.
"Yang pasti ujian secara nasional untuk mengukur standar itu ya tetap dibutuhkan, karena pendidikan kita berbasis standar," ucap dia.
Waras Kamdi sebenarnya berharap terobosan Mendikbud Nadiem bukan menghapus Ujian Nasional. Tapi menghadirkan jurus teknologi yang bisa memberikan kemudahan para siswa dan guru untuk belajar. 
"Seperti platform teknologi untuk menghidupkan kelas. Guru menjadi lebih mudah mengakses berbagai sumber, terbantu melakukan fasilitasasi bagi siswa dengan memanfaatkan sumber yang bagus," ujar dia.
Kemudian juga. lanjut Waras Kamdi, membangun jaringan belajar serta laboratorium virtual yang bisa dimanfaatkan secara bersamaan.
"Teknologi sekarang bisa melakukan itu. Mestinya ini menurut saya yang segera dieksekusi. Perhatian untuk menghidupkan kelas ini menurut saya yang harapannya memerdekakan belajar," ujar dia.

Hilangkan Standar Nasional?

Nadiem Makarim sebelumnya mengungkapkan alasan penghapusan Ujian Nasional pada 2021. Dia menyebut sistem ini kurang ideal dalam mengukur prestasi belajar siswa.
Nadiem berujar, materi UN juga terlalu padat. Sehingga cenderung berfokus pada hafalan, bukan kompetensi. Bahkan UN dianggap hanya membuat siswa mahir dalam penguasaan materi. Namun
dalam pembentukan karakter siswa secara lebih holistik, masih terabaikan.
"Ini juga sudah menjadi beban stres antara guru dan orangtua. Karena ini berubah menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu," ucap dia di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu 11 Desember 2019.
Padahal, kata Nadiem, semangat UN adalah untuk mengasesmen sistem pendidikan. Baik itu sekolahnya, geografinya, maupun sistem pendidikan secara nasional.
Untuk itu, ia menegaskan model ini tak diterapkan lagi pada 2021. Kemendikbud akan menggantinya dengan Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.
Konsep ini merupakan penyederhanaan dari ujian nasional yang begitu kompleks. Nadiem menyatakan, asesmen digunakan untuk mengukur kemampuan minimal yang dibutuhkan para siswi. Materi yang dinilai adalah literasi dan numerasi.
"Literasi itu bukan hanya kemampuan membaca. Literasi adalah kemampuan menganalisis suatu bacaan. Kemampuan memahami konsep di balik tulisan tersebut," kata Nadiem.
Sedangkan numerasi, ialah kemampuan menganalisis dengan menggunakan angka-angka. "Ini adalah dua hal yang akan menyederhanakan asesmen kompetensi mulai 2021," tuturnya.
Nadiem menegaskan penghapusan UN tidak meniadakan penilaian standar nasional. Dia menilai, standar itu sudah termuat dalam kurikulum 2013.
"Dengan adanya kurikulum 2013 dan standar kelulusan level nasional, itu adalah standarnya nasional," jelas dia saat rapat dengar pendapat dengan Komisi X DPR, Kamis (12/12/2019).
Lewat program Merdeka Belajar, kata dia, sekolah diberikan kedaulatan untuk menentukan kelulusan berdasarkan standar-standar itu dengan memperhatikan kondisi dan konteks pendidikan yang ada di daerah.
"Bagaimana penilaian dan bentuk soalnya itulah yang harusnya menjadi kedaulatan sekolah. Kenapa? Karena hanya sekolah yang mengetahui kapabilitas dan level dari pada anak didiknya," tegasnya.
Rencana penghapusan UN ini telah menjadi wacana sejak dulu. UN dianggap sebagai momok bagi para siswa dan juga menyuburkan dugaan praktik jual beli soal ujian.
Namun begitu, sistem itu selama ini hanya berubah nama tapi dengan isi yang sama.
Sejarah mencatat, sejak 1965, sistem ini digelar dengan nama Ujian Penghabisan. Setelah itu Ujian Negara (UN) yang kemudian berubah menjadi Evaluasi Tahap Nasional (Ebtanas).
Selanjutnya berubah lagi menjadi Ujian Akhir Nasional (UAN) dan berganti lagi menjadi Ujian Nasional (UN). Dan model ini kembali berubah dengan nama Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.
Dengan sistem yang dicanangkan Nadiem ini, diharapkan bukan hanya berubah kemasan. Namun juga memberikan pengaruh revolusioner bagi masa depan generasi Indonesia.

Monggo berikan tanggapan Anda tentang UN yang dihapuskan ini !?!

 





Read more ...
Designed Template By Blogger Templates - Redesigned By RIESKY FERDIAN